Translate

Jumat, 19 Juli 2013

Kecewa ( sensitif / manusia )

                Malam ini hatiku sedang sangat sedih karena anak2ku bersimpang jalan denganku. Mereka lebih memilih " duniawi " daripada " qana'ah " . Lebih memilih hidup mewah daripada apa adanya. Lebih suka santai-santai membuang waktu daripada sibuk  menyiapkan bekal akhirat. Lebih suka makan enak dan berpakaian bagus daripada seadanya dan sederhana. Tetapi itu semua bukan semata kesalahan anak2ku. Lingkungan zaman sekarang yang cenderung " hedonisme " dan hidup " instan " juga salah satu penyebab mereka begitu. Terlebih lagi nenek dan tante/ om2nya yang bergaya '" semaunya " serta jiwa yang tak begitu peduli pada " arti hidup ini  " juga menjadi " pemicu "  yang mmepengaruhi jalan hidup anak-anakku.
                Sungguh aku tak suka pada keadaan ini. Sejak kecil aku memang tidak sejalan dengan ibuku, yang orang awam, hidup hanya mengalir, lahir-hidup-kerja- dan mati. Beliau tak pernah " ingin "  menjadi manusia yang lebih tinggi kualitas 'derajat iman, taqwa dan kehambaannya', benar-benar awam dan sederhana. Berbeda dengan ayahku, yang mendidikku dengan ' nilai-nilai tingkat tinggi " dalam hidup. Baik hidup sebagai indiidu sebagai hamba Alloh maupun sebagai makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan makhluk lain.
                 Ayahku menagjarkan padaku "  yang paling penting dalam hidup adalah mempersiapkan diri untuk akhirat, karena dunia ini hanya tempat mencari bekal akhirat, kita harus menggunakan apapun yang kita punya dan apapun kegiatan kita sebagai 'wasilah ' bekal akhirat . Meskipun dalam kenyataanya ayahku lebih condong pada kegiatan sosial dari pada ketahidan, lebih banyak berperan kegiatan 'anfa;u linnas daripada 'mahabbah Ilahiyah '.
                   Berbeda dengan ayahku, aku lebih memilih 'mahabbah Ilahiyah daripada sibuk kegiatan sosial ' insaniyah. Karena aku sangat terobsesi dengan cerita-cerita 'sufi ' dan 'waliyulloh '. Aku lebih cenderung 'sibuk ' mensucikan diri dan tafakur akhirat daripada mengurus masyarakat dan dunia. Meskipun sejak masih anak-anak aku termasuk peempuan yang berperan aktif dalam rganisasi sosial, keagamaan dan politik.Tapi kecenderunganku akan ukhrowi lebih dominan. Apalagi di usikau yang sudah 44 tahun ini.
                 Kecenderunganku bukanlah terjadi tiba2, begitu saja melainkan melalui proses yang panjang dan berliku. Sejak kecil aku tidak boleh keluar rumah, bermain dengan teman sebayaku oleh ayahku. Bahkan tertawapun aku dibatasi. Kata ayahku tertawa tidak boleh keras-keras dan menampakkan gigi. Aku tidak boleh bersendau gurau karena kata ayahku sendau gurau bisa mendatangkan keburukan  dan musibah. Aku hanya boleh sekolah dan ngaji, membantu pekerjaan rumah tangga ibuku. Jadilah aku pribadi yang serius, disiplin dan introvet. 
                Masa kecil ku berlalu tanpa tawa dan canda, masa remajaku habis dengan menuntut ilmu dan membantu orangttua. Sampai akhirnya aku sangat canggung dalam hubungan sosial dengan manusia lainya. Aku bingung bagaimana cara bercerita pada teman, aku juga tak suka berkata-kata karena menyiksa dan menyebalkan. Teman curhatku hanyalah Alloh SWT dalam qiyamulail. Diskusi dan bahan pertimbnganku hanya ayat-ayat al-qur'an. Penghibur rasa kecewa, sakit hati dan protesku hanya dzikir dan mengadu kepada Alloh.Sampai akhirnya menikah, itupun dengan orang yang tak kucintai, karena dijodohkan. Karena aku tunduk pada perintah agama, bahwa menikah adalah sebagian dari ibadah, harus memilih agamanya yang paling utama, dan untuk tujuan berjuang bersama menyebarkan Islam.
                Maka aku hanya pernah berhubungan/ berpacaran denga seorang anak Kyai pengasuh pondok pesantren terbesar di wilayah Kesugihan Cilacap. Karena dia menawarkan menikah sejak baru kenal seminggu, jadi kuanggap serius dan tepat untuk tujuan pernikahan sesuai Islam dan ta'aruf tanpa bermaksiatan. Tapi sayangnya dia memiliki 'kalainan ' sebagai orang kebanyakan, maka kami berpisah, kami sama2 menikah karena dijodohkan.
                Pernikahan tanpa cinta ternyata sangat berat terasa. Hampa bagai gelas kosong yang merindukan air. Kering bagai ranting dari pohon yang mati, gersang bagai padang pasir yang tak berpohon. Tapi tetap kujalani karena Islam menagjarkan , ' cerai adalah perbuatan halal yang sangat dimurkai Alloh'. Disamping itu Islam juga mengajarkan ' Cinta yang tertinggi dan total  serta yang paling diutamakan adalah cinta kepada Alloh, baru untuk Rosululloh dan Islam, agama dan seterusnya kemudian baru  yang kesekian adalah untuk suami dan keluarga. Benar atau tidak, inilah yang kupahami dari yang kudengar selama ini. Maka aku tak peduli pada cintaku, aku hanya sibuk mencari cinta Alloh SWT.
              Dan aku telah berhasil mendapatkanya, aku begitu, dicintai Alloh. Sejak kecil aku selalu diberi jalan yang lurus, tidak suka bermaksiat .Amin. Bahkan ketika aku 'sedikit' saja berbuat tidak baik langsung diabalas karena cintaNya kepadaku agar tak di balas di akhirat dengan yang lebih dahsyat. Juga agar aku tak terlena berkubang dalam kegelapan. Bahkan hal yang sangat sepele bagi oarng lain, bagiku menjadi sangat besar, misal; hanya menerima harta subhat, aku sudah gelisah tak terkira dan dihujat masyarakat dengan sangat. Hanya berguman dalam hati tentang kejelekan orang lain, langsung terbalas. dll.
               Anak2ku lahir bukan buah cinta, tapi  hanya karena 'pengabdian dan memenuhi  kewajiban sebagai istri. Lebih fatal lagi ternyata suamiku, berkarakter sadis, temparamental, egois dan cuaek. Tak punya kasih sayang pada anak dan istri. Hidup hannya mengalir, sibuk dengan dirinya sendiri. Makan, tidur, shalat dan seks. Jadilah anaku sasaran sifatnya, yang suka main tangan dan pemarah. Maka mereka menjadi pribadi yang mirip ayahnya, pemarah, egois, cuek dan semaunya.
                    Hatiku kecewa, sedih , prihatin dan bingung. Bagaimana cara mendidik anak2ku supaya menjadi pribadi yang tangguh, penuh kasih sayang, bertanggung jawab dan penuh perhatian ? Apalagi sampai anak2 usia dewasa karakter ayahnya tidak berubah. Tragisnya malah orangtua ku ( nenek anak2ku dan adik2ku / om dan tante anak2ku ) malah menjadi prokator, bukan memeberi pengertian pada anak2ku akan maksud baik didikan orangtuanya, malah hanya selalu menyalahkanku dan memarahiku di depan mereka. Aku dianggap sama dengan suamiku, jahat dan galak pada anak. Jadilah anak2ku lari meniggalkan ku memilih nenek dan tantenya yang 'unjuk kebaikan ' di depan mereka.
                 Aku hanya berharap, secepatnya anak-anaku menyadari, bahwa orangtua adalah yang paling berjasa padanya, sumber kasih sayang yang tak ada tandingangnya, penopang biaya yang tak bisa dihitung, sehingga mereka akan menjadi anak-anak yang paling hormat dan kasih pada orangtuanya. Terutama ibunya, yang mengandung lebih dari 9 bulan, mengurus dengan penuh kasih sejak kecil sampai mati, dan bekerja tanpa kenel lelah membiayai kebutuhanya. 
                 Akhirnya aku akanmengambil ' jalan ikhlas '. Tak akan berharap anak2ku menjadi' penghibur hatiku' karena akau takut sampai waktuku habis aku tak pernah mendapatkanya. Apalagi balasan akau tak pernah mengharapkanya sama sekali. Aku hanya berharap, anak-anakku memilih ' jalan Taqwa' Amin. Apalagi aku saat saat ini teringat nasehat Wali Yunan, ' Lain syakartum, fad fa' ilaihi " ( Apabila aku bersyukur kepada Alloh, maka tinggalkanlah dunia " ). Anak juga dunia maka aku juga akan meninggalkanya. Bukan meninggalkan tanpa tanggung jawab. Aku tetap seperti biasanya, mengasihi mereka, membiyai mereka, berkrban untuk mereka, mendidik, mendoakan mereka. Tapi aku tak akan berharap dan mengharapkan apa2 dari mereka. Karena mereka hanya dunia, mereka hanya makhluk, mereka hanya manusia biasa.
Biarlah aku hanya berharap kasih sayangNya. 
Biarlah hanya Dia penghibur hatiku
Biarlah hanya Dia yang mengerti hatiku
Biarlah hanya Dia tujuan hidupku
Biarlah hanya Dia teman candaku
Biarlah hanya Dia harapanku
Biarlah hanya Dia teman sepiku
Biarlah hanya Dia yang mengerti kerinduanku
                 Cepatlah sadar anak-anaku..... Sebelum kalian menyesal karena ibu telah tiada .....
                 Utamakan ibu bapakmu daripada orang lain siapapun dia orangnya....
                 Karena tak ada orang yang lebih kasih dan lebih banyak berkorban melebihi ibu bapakmu....



                 

Tidak ada komentar: